Progresif.id - Karawang punya kopi khas yang ditanam di Gunung Sanggabuana daerah Loji Karawang, kopi jenis robusta ini tak banyak diketahui orang. Hal ini diungkapkan pegiat kopi, Joko Trio Suroso, Rabu (17/10/2018) sore.
Kata dia, wajar saja masyarakat Karawang tidak mengenal kopi asal Sanggabuana ini, sebab kopi tersebut tidak diproses di Karawang, melainkan dijual ke tengkulak dengan harga murah, kemudian oleh tengkulak dibawa ke Sukabumi dan Cianjur, setelah itu kopi diberi lebel sebelum dijual ke beberapa daerah, termasuk Karawang.
Diakui Jokotri, nama sapaan Joko Trio Suroso, kopi khas ini bukan berarti tidak bisa diolah oleh masyarakat Karawang, tetapi di Karawang belum banyak pengusaha yang mau mengolah kopi mentah menjadi siap saji dan dijual.
Berdasarkan pengalaman di bisnis perkopian, Jokotri menyatakan, memproduksi dan mengolah kopi tidak semudah membalikan telapak tangan, untuk menciptakan kopi yang nikmat saji maka dimulai dari mencari lokasi kebun, bibit dan perawatan. Kemudian cara memanen yang baik, lalu menjual dan mengolah untuk dipasarkan ke masyarakat.
Kopi Sanggabuana ini diketahuinya dari pegiat kopi Karawang Street Coffee (KSC), Asep Eka Juliardy yang menerangkan ada satu varian kopi asal Gunung Sanggabuana Loji yang unik, kopinya pun dipanen setiap malam bulan purnama.
"Rasanya enak dan beda dengan kopi lainnya. Perlu dijajal oleh kaum fanatik kopi," kata pemilik Koffietijd Bandung ini.
Melihat peluang usaha ini, Jokotri bersama Asep Eka Juliardy bakal membuka hingga 50 kedai kopi Sanggabuana di Kabupaten Karawang dan Purwakarta.
Kata Jokotri, peluang bisnis kedai kopi masih terbuka luas untuk dikembangkan dengan tetap mengangkat merk Karawang. Sebagai langkah awal, dia bersama Asep Eka berencana menggelar 'training' barista gratis bagi masyarakat.
Kini, aku Jokotri, di Karawang sudah mulai muncul dua asosiasi pecinta kopi, yaitu Karawang Menyeduh dan Forum Kopi Karawang, kedua komunitas ini didirikan untuk saling berbagi informasi tentang kopi.
Sementara, dua komunitas itu baru beranggotakan sebanyak 100 orang, mereka sering kumpul untuk minum kopi sambil menggelar kegiatan bertema budaya. (rls/spn)