Oleh : Riswandi
Demokrasi dalam definisi umum adalah pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Tapi jika ditinjau dari akar katanya, Demokrasi berasal dari kata Demos
dan Kratos yang artinya Kekuasaan/kedaulatan Rakyat.
Konsekuensi dari kedaulatan rakyat yang harus dijunjung dan
dipraktekkan negara dengan melaksanakan pesta demokrasi secara berkala.
Demokrasi berkala yang dimaksud adalah adanya pemilihan pada setiap level
kekuasaan jika periode kekuasaan itu telah cukup lima tahun.
Hal tersebut melahirkan kontestasi calon-calon pemimpin
disetiap level kekuasaan negara. Mulai dari presiden dan wakilnya, Gubernur dan
wakilnya, sampai ke level Bupati/Walikota dan wakilnya.
Pada tanggal 23 September 2020 Indonesia akan menggelar
kontestasi demokrasi pemilihan kepala daerah (pilkada) secara serentak, terdiri
dari 270 daerah, 9 provinsi, 37 kota, dan 224 Kabupaten termasuk Kabupaten
Karawang.
Pilkada serentak yang akan berlangsung di Kabupaten Karawang
yang tidak hanya melibatkan kelompok masyarakat yang sudah matang dalam segi
usia, namun juga menyeret kaum muda sebagai pemilih mengingat persentase kaum
muda mendominasi suara terbanyak dalam kontestasi pilkada Kabupaten Karawang September
mendatang.
Artinya kaum muda harus aktif dalam Pilkada mendatang dan
harus benar-benar meninggalkan proses perpolitikan bobrok selama ini, dimulai
sejak Pilkada tahun ini, baik itu money politik, hoax, dan berbagai motif
lainnya. Sebab hasilnya konsekwen dengan perpolitikan dan kemajuan Kabupaten
Karawang kedepannya.
Meminjam pernyataan aktivis 66 bernama Soe Hok Gie bahwa,” Tugas
kita selaku kaum muda adalah memberantas para generasi tua yang mengacau”. Dan
hari ini, semua itu harus diejawantahkan dalam pilkada Kabupaten Karawang.
Masyarakat kita telah diwarisi perpolitikan bobrok oleh para pendahulu, sebut
saja politik hitam, money politik, kleptokrasi, nepotisme, dinasti politik,
politik kebohongan, dan lain sebagainya.
Kaum muda dalam banyak sekali kajian, dianggap sebagai
kelompok yang kecendrungan politiknya terbuka, kolaboratif dan egaliter.
Kelompok ini tidak lagi memilih atau menyampaikan aspirasi politiknya. Dengan
basis pertimbangan gaya lama seperti lembaga partai, kesukuan, keterkaitan
relijius dll. Kaum muda cendrung melihat gagasan apa yang dibawa oleh seseorang
dalam perpolitikan, bukan dari partai mana ia berasal atau seberapa besar modal
pencalonannya.
Dalam hal ini kaum muda bisa membunuh kebobrokan yang
terjadi di Kabupaten Karawang melalui dua cara, mendidik masyarakyat dengan
pergerakan dan mendidik penguasa dengan perlawanan. Itulah fatsun revolusioner
kaum muda, meleburkan diri dalam kerja-kerja yang ideologis dan politis.
Mendidik masyarakat dengan pergerakan dan mendidik penguasa
dengan perlawanan. Melalui dua cara tersebut kaum muda dapat melakukan
perubahan yang besar, melakukan penataan ulang secara mendasar terhadap sistem
pemerintahan.
Dan pilkada Kabupaten Karawang mendatang harus menjadi satu
keharusan bagi kaum muda dalam menciptakan kondusivitas sebagai awal dari
perbaikan sekaligus akhir dari kebobrokan praktek politik di Kabupaten
Karawang.
* penulis adalah tokoh muda pemerhati politik Kabupaten
Karawang