JAKARTA - Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mohamad Sohibul Iman melayangkan surat terbuka terkait penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) kepada Presiden RI, Joko Widodo, Jum'at (3/4/2020).
Dalam isi suratnya, Mohamad Sohibul Iman menyampaikan pandangan partainya terkait kebijakan penanganan bencana Pandemic Covid-19. Dia berharap, pandangan ini menjadi masukan yang memiliki nilai kebermanfaatan bagi penyelesaian krisis ini.
Pertama, bangsa ini harus memiliki kesamaan pandangan bahwa keselamatan warga adalah hal yang utama dan pertama di atas segalanya termasuk di atas kepentingan ekonomi.
Para ahli juga sepakat, kondisi ekonomi nasional dan global adalah fungsi dari kecakapan atau kemampuan kita dalam menangani krisis Pandemic Covid-19 ini.
Jika bangsa ini semakin cepat dan tepat meresponnya, maka semakin cepat ekonomi akan pulih, tetapi sebaliknya, jika semakin lambat dan tidak akurat dalam menanganinya maka ekonomi juga akan semakin lambat pulihnya.
"Jika kita bedah akar masalah dari ekonomi saat ini adalah krisis pandemic Covid-19. Sedangkan ancaman krisis ekonomi hanyalah akibatnya," kata dia.
Jika kita ibaratkan, ancaman krisis ekonomi sebagai asap kabut yang menutupi pandangan kita maka solusinya bukan menghilangkan asap kabutnya, tetapi memadamkan apinya terlebih dahulu.
"Kita cari sumber kebakarannya dimana. Padamkan dan cegah penyebaran titik kebakarannya, karena akan percuma saja jika kita hilangkan asap kabutnya jika sumber apinya tetap membakar dan menyebar kemana-mana," jelasnya.
Kedua, bangsa ini harus memiliki pandangan yang sama bahwa ekonomi nasional dan global cepat atau lambat akan pulih kembali atau rebound, sedangkan korban warga dan tenaga medis yang meninggal tidak akan bisa kembali lagi.
Setiap warga yang meninggal yang diumumkan oleh pemerintah bukanlah angka statistik saja. Mereka adalah saudara-saudara kita yang memiliki keluarga yang sangat mencintai mereka.
"Bayangkan jika itu terjadi kepada diri kita, keluarga kita, kerabat kita dan sahabat kita," jelasnya.
Jangan pernah beranggapan, korban warga yang meninggal dan yang terinfeksi sebagai biaya dari krisis atau 'cost of crisis'. Apalagi jika itu dianggap sebagai biaya dari pemulihan ekonomi atau 'cost of economic recovery'.
"Pemulihan ekonomi memang penting tetapi jauh lebih penting adalah keselamatan nyawa warga kita Pak!" ujarnya.
Ketiga, partainya bisa memahami posisi sulitnya Presiden Jokowi, tidak mudah memimpin dalam situasi krisis seperti saat ini. Dalam situasi krisis, hal yang sangat penting untuk dilakukan Presiden RI adalah mendengarkan nasehat kebijakan dari orang atau pihak yang paling tepat.
Dia menegaskan, jika Presiden Jokowi sepakat nyawa warga lebih utama dibanding ekonomi kita, maka pihak yang pertama dengar harusnya pandangan dari para ahli kesehatan masyarakat, para ilmuwan, para ahli epidemiologi, para tenaga medis, para dokter dan perawat yang berjuang pertaruhkan nyawa mereka untuk selamatkan nyawa warga.
"Di pundak merekalah harapan kita bentangkan Pak. Dengarkan suara dan aspirasi mereka. Jadikan mereka VVIP di lingkaran Bapak. Merekalah yang memiliki kredibilitas, integritas dan kompetensi dalam memberikan pandangan secara jernih dan tidak memiliki konflik kepentingan" ujarnya.
Sekali lagi, sambung Mohamad Sohibul Iman, yang berjuang dengan segenap jiwa dan raga tanpa memiliki kepentingan politik dan bisnis.
"Dengarkan pandangan tulus mereka Pak!" tandasnya.
Dia harap, Jokowi tidak mendengarkan orang-orang di sekitar yang hanya mau menjilat dan bersikap asal bapak senang (ABS). Tidak mendengarkan pandangan dan bisikan para pembantu yang punya kepentingan bisnis atau ambisi politik.
Juga, agar tidak hanya mendengarkan suara para pemodal besar demi kepentingan mereka semata-mata yang hanya ingin mengejar keuntungan investasi semata.
"Jangan salah pilih penasehat di lingkaran Bapak! Salah ambil kebijakan nasib 260 juta warga RI dipertaruhkan!" tandasnya lagi.
Keempat, PKS meminta Presiden Jokowi agar tidak mempertimbangkan lagi opsi penerapan Darurat Sipil. Sebab itu hanya akan membunuh demokrasi dan Hak Asasi Manusia (HAM).
"Bukankah sudah ada UU Kekarantinaan Kesehatan dan UU terkait lainnya seperti UU Penanggulangan Bencana? Kami memandang itu semua sudah mencukupi sebagai acuan dalam penangangan krisis Pandemi Covid-19," ucapnya.
Saat ini, hal yang paling utama dilakukan pemerintah adalah mendukung 100 persen kebutuhan para tenaga medis seperti penyediaan Alat Pelindung Diri (APD), penyediaan swab test yang mencukupi, penyediaan ventilator, obat-obatan, fasilitas rumah sakit, fasilitas penginapan yang layak dan tentunya santunan bagi para tenaga medis yang telah menjadi korban.
Swab test harus dilakukan secara cepat dan masif dan ini harus menjadi prioritas utama pemerintah memberikan dukungan agar pemerintah dan masyarakat ini bisa memitigasi penyebaran Covid-19.
Pemerintah juga harus tegas dan berani tetapkan Karantina Wilayah untuk daerah-daerah yang sudah zona merah seperti DKI Jakarta dan sekitarnya, tanpa ada kebijakan Karantina Wilayah akan sulit memitigasi penyebaran Covid-19.
Tanpa ada Karantina Wilayah, terutama untuk daerah Zona Merah, sulit untuk memitigasi dan melokalisir penyebaran Covid-19 ke daerah-daerah lain.
Kebijakan pelarangan mudik lebaran harus diterapkan dengan tegas. Kabinet harus satu suara terkait ini, jangan sampai terjadi outbreak kedua kalinya.
Jangan sampai episentrum Covid-19 menjadi semakin meluas, karena para mudik dari pusat kota berpotensi menjadi agen yang menyebarkan Covid-19 di kampung halamannya, ini yang sangat berbahaya.
Kelima, dia mengapresiasi terhadap kebijakan pemerintah untuk memperluas program perlindungan sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk masyarakat miskin dan rentan miskin.
Selain itu, yang juga perlu mendapat perhatian adalah para pekerja informal dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang jumlahnya mencapai 59 juta jiwa. Ini harus mendapat keberpihakan yang nyata, harus ada insentif fiskal yang layak bagi mereka.
Keenam, PKS ingin memberikan catatan penting terkait Perppu No.1 tahun 2020 yang ditandatangani Presiden Jokowi, yaitu
Perppu ini lebih banyak mengatur penanggulangan ancaman krisis ekonomi dibandingkan pencegahan dan penanganan Pandemic Covid-19 itu sendiri.
Seharusnya, pemerintah memfokuskan kepada tindakan extraordinary untuk melakukan pencegahan dan penanganan krisis Pandemic Covid-19. Fokus kepada penyebab utama Covid-19, bukan akibatnya, yaitu ancaman krisis ekonomi.
Terkait mekanisme penyelesaian krisis, seharusnya pemerintah cukup menggunakan mekanisme yang sudah di tandatangani oleh Presiden Joko Widodo terkait UU No. 9 tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK).
Dengan mekanisme baru dalam Perppu No. 1 tahun 2020 ini potensi terjadinya Skandal BLBI seperti kasus krisis 1998 berpeluang akan terulang lagi. Moral Hazard akan terbuka lebar dan cost of crisis yang akan ditanggung oleh negara akan sangat tinggi.
Selain itu, Perppu ini memiliki potensi penyalahgunaan kekuasaan yang membahayakan bagi masa depan bangsa atau 'abuse of power' dan potensi penyalahgunanaan penggunanaan sumber daya keuangan yang luar biasa 'abuse of money'.
"Kami khawatir Bapak Presiden tidak menyadari hal ini. Kami khawatir para pembantu di lingkaran Bapak tidak memberikan informasi yang benar dan tepat sehingga Bapak menandatangani Perppu yang sangat membahayakan bagi kepemimpinan Bapak dan masa depan bangsa ini," ujarnya.
Jangan sampai sejarah mencatat sejarah kelam kepemimpinan Bapak dengan Perppu ini. Maka Presiden RI, Jokowi sudah tidak memiliki kepentingan politik di pemilu mendatang.
"Untuk saat ini, sikap negarawan Bapak akan sangat dirindukan. Berikanlah warisan sejarah yang membanggakan bagi generasi setelah Bapak," ucapnya.
Kemudian, Perppu No. 1 tahun 2020 banyak menganulir beberapa ketentuan di UU lain (Omnibus Law) seperti UU Keuangan Negara, UU MD3, UU Perbendaraan Negara, UU Perpajakan, UU Perimbangan Keuangan Pusat-Daerah, UU Bank Indonesia, UU OJK, UU LPS, UU Pemerintah Daerah, UU Kesehatan, UU Desa, UU APBN 2020 dan UU Pencegahan dan Penanggulangan Krisis.
Ada upaya sentralisasi kekuasaan kepada kewenangan eksekutif yang sangat besar dan hal ini berpotensi terjadinya penyalahgunaan kekuasaan dan keuangan yang besar.
"Bapak Presiden harus ekstra hati-hati dengan Perppu ini," katanya.
Perppu ini juga tidak lagi berpegang pada prinsip Good Governance atau tata kelola pemerintahan yang baik, defisit fiskal menjadi tidak terbatas, sehingga utang negara akan melonjak drastis tak terkontrol, hilangnya independensi Bank Sentral dalam menjaga stabilitas moneter, kewenangan pengawasan dan hak budget DPR RI yang semakin dibatasi.
Pemberian imunitas serta diskresi tanpa batas bagi KSSK dalam membuat kebijakan, sehingga mereka tidak tersentuh oleh mekanisme penegakan hukum. Ini semua akan menjadi resep yang sempurna bagi bencana ekonomi, politik dan hukum kita dimasa depan.
Perppu ini dalam salah satu ketentuanya mengatur tidak hanya terbatas pada penanganan krisis Pandemic Covid-19, tetapi juga mengatur terhadap semua ancaman lain yang dianggap oleh pemerintah membahayakan ekonomi nasional. Diskresi tanpa limitasi ini sangat berbahaya, harus ada limitasi isu dan limitasi waktu.
Jika tidak dilakukan pembatasan wewenang, isu dan waktu maka akan sangat membahayakan bagi sistem keuangan dan sistem pemerintahan Indonesia. Ini adalah cek kosong dan jalan pintas menuju era otoritarianisme.
"Perppu ini akan menyuntik mati demokrasi kita," jelasnya.
Demikian catatan singkat Mohamad Sohibul Iman, dia harap menjadi catatan yang bermanfaat dalam pembahasan nanti antara Pemerintah dan DPR RI.
Sikap politik PKS ini disampaikan juga secara lengkap dan resmi oleh Fraksi PKS di DPR RI. Kata Mohamad Sohibul Iman, partainya sudah berjuang bersama elemen masyarakat lainnya membantu penyelesaian krisis pandemic Covid-19 ini.
"Kami telah instruksikan kepada seluruh anggota keluarga besar PKS di seluruh penjuru nusantara untuk berperan aktif membantu meringankan beban masyarakat dan membantu pencegahan penyebaran Covid-19 di daerahnya masing-masing," paparnya. (rls)
Dalam isi suratnya, Mohamad Sohibul Iman menyampaikan pandangan partainya terkait kebijakan penanganan bencana Pandemic Covid-19. Dia berharap, pandangan ini menjadi masukan yang memiliki nilai kebermanfaatan bagi penyelesaian krisis ini.
Pertama, bangsa ini harus memiliki kesamaan pandangan bahwa keselamatan warga adalah hal yang utama dan pertama di atas segalanya termasuk di atas kepentingan ekonomi.
Para ahli juga sepakat, kondisi ekonomi nasional dan global adalah fungsi dari kecakapan atau kemampuan kita dalam menangani krisis Pandemic Covid-19 ini.
Jika bangsa ini semakin cepat dan tepat meresponnya, maka semakin cepat ekonomi akan pulih, tetapi sebaliknya, jika semakin lambat dan tidak akurat dalam menanganinya maka ekonomi juga akan semakin lambat pulihnya.
"Jika kita bedah akar masalah dari ekonomi saat ini adalah krisis pandemic Covid-19. Sedangkan ancaman krisis ekonomi hanyalah akibatnya," kata dia.
Jika kita ibaratkan, ancaman krisis ekonomi sebagai asap kabut yang menutupi pandangan kita maka solusinya bukan menghilangkan asap kabutnya, tetapi memadamkan apinya terlebih dahulu.
"Kita cari sumber kebakarannya dimana. Padamkan dan cegah penyebaran titik kebakarannya, karena akan percuma saja jika kita hilangkan asap kabutnya jika sumber apinya tetap membakar dan menyebar kemana-mana," jelasnya.
Kedua, bangsa ini harus memiliki pandangan yang sama bahwa ekonomi nasional dan global cepat atau lambat akan pulih kembali atau rebound, sedangkan korban warga dan tenaga medis yang meninggal tidak akan bisa kembali lagi.
Setiap warga yang meninggal yang diumumkan oleh pemerintah bukanlah angka statistik saja. Mereka adalah saudara-saudara kita yang memiliki keluarga yang sangat mencintai mereka.
"Bayangkan jika itu terjadi kepada diri kita, keluarga kita, kerabat kita dan sahabat kita," jelasnya.
Jangan pernah beranggapan, korban warga yang meninggal dan yang terinfeksi sebagai biaya dari krisis atau 'cost of crisis'. Apalagi jika itu dianggap sebagai biaya dari pemulihan ekonomi atau 'cost of economic recovery'.
"Pemulihan ekonomi memang penting tetapi jauh lebih penting adalah keselamatan nyawa warga kita Pak!" ujarnya.
Ketiga, partainya bisa memahami posisi sulitnya Presiden Jokowi, tidak mudah memimpin dalam situasi krisis seperti saat ini. Dalam situasi krisis, hal yang sangat penting untuk dilakukan Presiden RI adalah mendengarkan nasehat kebijakan dari orang atau pihak yang paling tepat.
Dia menegaskan, jika Presiden Jokowi sepakat nyawa warga lebih utama dibanding ekonomi kita, maka pihak yang pertama dengar harusnya pandangan dari para ahli kesehatan masyarakat, para ilmuwan, para ahli epidemiologi, para tenaga medis, para dokter dan perawat yang berjuang pertaruhkan nyawa mereka untuk selamatkan nyawa warga.
"Di pundak merekalah harapan kita bentangkan Pak. Dengarkan suara dan aspirasi mereka. Jadikan mereka VVIP di lingkaran Bapak. Merekalah yang memiliki kredibilitas, integritas dan kompetensi dalam memberikan pandangan secara jernih dan tidak memiliki konflik kepentingan" ujarnya.
Sekali lagi, sambung Mohamad Sohibul Iman, yang berjuang dengan segenap jiwa dan raga tanpa memiliki kepentingan politik dan bisnis.
"Dengarkan pandangan tulus mereka Pak!" tandasnya.
Dia harap, Jokowi tidak mendengarkan orang-orang di sekitar yang hanya mau menjilat dan bersikap asal bapak senang (ABS). Tidak mendengarkan pandangan dan bisikan para pembantu yang punya kepentingan bisnis atau ambisi politik.
Juga, agar tidak hanya mendengarkan suara para pemodal besar demi kepentingan mereka semata-mata yang hanya ingin mengejar keuntungan investasi semata.
"Jangan salah pilih penasehat di lingkaran Bapak! Salah ambil kebijakan nasib 260 juta warga RI dipertaruhkan!" tandasnya lagi.
Keempat, PKS meminta Presiden Jokowi agar tidak mempertimbangkan lagi opsi penerapan Darurat Sipil. Sebab itu hanya akan membunuh demokrasi dan Hak Asasi Manusia (HAM).
"Bukankah sudah ada UU Kekarantinaan Kesehatan dan UU terkait lainnya seperti UU Penanggulangan Bencana? Kami memandang itu semua sudah mencukupi sebagai acuan dalam penangangan krisis Pandemi Covid-19," ucapnya.
Saat ini, hal yang paling utama dilakukan pemerintah adalah mendukung 100 persen kebutuhan para tenaga medis seperti penyediaan Alat Pelindung Diri (APD), penyediaan swab test yang mencukupi, penyediaan ventilator, obat-obatan, fasilitas rumah sakit, fasilitas penginapan yang layak dan tentunya santunan bagi para tenaga medis yang telah menjadi korban.
Swab test harus dilakukan secara cepat dan masif dan ini harus menjadi prioritas utama pemerintah memberikan dukungan agar pemerintah dan masyarakat ini bisa memitigasi penyebaran Covid-19.
Pemerintah juga harus tegas dan berani tetapkan Karantina Wilayah untuk daerah-daerah yang sudah zona merah seperti DKI Jakarta dan sekitarnya, tanpa ada kebijakan Karantina Wilayah akan sulit memitigasi penyebaran Covid-19.
Tanpa ada Karantina Wilayah, terutama untuk daerah Zona Merah, sulit untuk memitigasi dan melokalisir penyebaran Covid-19 ke daerah-daerah lain.
Kebijakan pelarangan mudik lebaran harus diterapkan dengan tegas. Kabinet harus satu suara terkait ini, jangan sampai terjadi outbreak kedua kalinya.
Jangan sampai episentrum Covid-19 menjadi semakin meluas, karena para mudik dari pusat kota berpotensi menjadi agen yang menyebarkan Covid-19 di kampung halamannya, ini yang sangat berbahaya.
Kelima, dia mengapresiasi terhadap kebijakan pemerintah untuk memperluas program perlindungan sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk masyarakat miskin dan rentan miskin.
Selain itu, yang juga perlu mendapat perhatian adalah para pekerja informal dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang jumlahnya mencapai 59 juta jiwa. Ini harus mendapat keberpihakan yang nyata, harus ada insentif fiskal yang layak bagi mereka.
Keenam, PKS ingin memberikan catatan penting terkait Perppu No.1 tahun 2020 yang ditandatangani Presiden Jokowi, yaitu
Perppu ini lebih banyak mengatur penanggulangan ancaman krisis ekonomi dibandingkan pencegahan dan penanganan Pandemic Covid-19 itu sendiri.
Seharusnya, pemerintah memfokuskan kepada tindakan extraordinary untuk melakukan pencegahan dan penanganan krisis Pandemic Covid-19. Fokus kepada penyebab utama Covid-19, bukan akibatnya, yaitu ancaman krisis ekonomi.
Terkait mekanisme penyelesaian krisis, seharusnya pemerintah cukup menggunakan mekanisme yang sudah di tandatangani oleh Presiden Joko Widodo terkait UU No. 9 tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK).
Dengan mekanisme baru dalam Perppu No. 1 tahun 2020 ini potensi terjadinya Skandal BLBI seperti kasus krisis 1998 berpeluang akan terulang lagi. Moral Hazard akan terbuka lebar dan cost of crisis yang akan ditanggung oleh negara akan sangat tinggi.
Selain itu, Perppu ini memiliki potensi penyalahgunaan kekuasaan yang membahayakan bagi masa depan bangsa atau 'abuse of power' dan potensi penyalahgunanaan penggunanaan sumber daya keuangan yang luar biasa 'abuse of money'.
"Kami khawatir Bapak Presiden tidak menyadari hal ini. Kami khawatir para pembantu di lingkaran Bapak tidak memberikan informasi yang benar dan tepat sehingga Bapak menandatangani Perppu yang sangat membahayakan bagi kepemimpinan Bapak dan masa depan bangsa ini," ujarnya.
Jangan sampai sejarah mencatat sejarah kelam kepemimpinan Bapak dengan Perppu ini. Maka Presiden RI, Jokowi sudah tidak memiliki kepentingan politik di pemilu mendatang.
"Untuk saat ini, sikap negarawan Bapak akan sangat dirindukan. Berikanlah warisan sejarah yang membanggakan bagi generasi setelah Bapak," ucapnya.
Kemudian, Perppu No. 1 tahun 2020 banyak menganulir beberapa ketentuan di UU lain (Omnibus Law) seperti UU Keuangan Negara, UU MD3, UU Perbendaraan Negara, UU Perpajakan, UU Perimbangan Keuangan Pusat-Daerah, UU Bank Indonesia, UU OJK, UU LPS, UU Pemerintah Daerah, UU Kesehatan, UU Desa, UU APBN 2020 dan UU Pencegahan dan Penanggulangan Krisis.
Ada upaya sentralisasi kekuasaan kepada kewenangan eksekutif yang sangat besar dan hal ini berpotensi terjadinya penyalahgunaan kekuasaan dan keuangan yang besar.
"Bapak Presiden harus ekstra hati-hati dengan Perppu ini," katanya.
Perppu ini juga tidak lagi berpegang pada prinsip Good Governance atau tata kelola pemerintahan yang baik, defisit fiskal menjadi tidak terbatas, sehingga utang negara akan melonjak drastis tak terkontrol, hilangnya independensi Bank Sentral dalam menjaga stabilitas moneter, kewenangan pengawasan dan hak budget DPR RI yang semakin dibatasi.
Pemberian imunitas serta diskresi tanpa batas bagi KSSK dalam membuat kebijakan, sehingga mereka tidak tersentuh oleh mekanisme penegakan hukum. Ini semua akan menjadi resep yang sempurna bagi bencana ekonomi, politik dan hukum kita dimasa depan.
Perppu ini dalam salah satu ketentuanya mengatur tidak hanya terbatas pada penanganan krisis Pandemic Covid-19, tetapi juga mengatur terhadap semua ancaman lain yang dianggap oleh pemerintah membahayakan ekonomi nasional. Diskresi tanpa limitasi ini sangat berbahaya, harus ada limitasi isu dan limitasi waktu.
Jika tidak dilakukan pembatasan wewenang, isu dan waktu maka akan sangat membahayakan bagi sistem keuangan dan sistem pemerintahan Indonesia. Ini adalah cek kosong dan jalan pintas menuju era otoritarianisme.
"Perppu ini akan menyuntik mati demokrasi kita," jelasnya.
Demikian catatan singkat Mohamad Sohibul Iman, dia harap menjadi catatan yang bermanfaat dalam pembahasan nanti antara Pemerintah dan DPR RI.
Sikap politik PKS ini disampaikan juga secara lengkap dan resmi oleh Fraksi PKS di DPR RI. Kata Mohamad Sohibul Iman, partainya sudah berjuang bersama elemen masyarakat lainnya membantu penyelesaian krisis pandemic Covid-19 ini.
"Kami telah instruksikan kepada seluruh anggota keluarga besar PKS di seluruh penjuru nusantara untuk berperan aktif membantu meringankan beban masyarakat dan membantu pencegahan penyebaran Covid-19 di daerahnya masing-masing," paparnya. (rls)