Progresif.id - Bupati Pandeglang, Banten, Irna Narulita menyebutkan, ada dua ancaman bagi masyarakatnya di pesisir pantai, yaitu erupsi anak gunung Krakatau dan megathrust selat Sunda.
Gempa megathrust yaitu gempa dengan kekuatan besar yang biasanya terjadi di pertemuan dua lempeng bumi yang posisinya saling tumpang tindih.
"Apapun itu, bentuknya bencana perlu kita antisipasi dengan melakukan mitigasi bencana," ungkap Irna, pada rapat koordinasi virtual bersama Pemerintah Provinsi Banten dan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Senin (14/2/2022).
Menurut Irna, hampir 60% rumah-rumah masyarakat Pandeglang belum tahan gempa, untuk itu perlu dibangun metode rumah tahan gempa.
"Rumah disepadan pantai terus kami edukasi, ada 6 Kecamatan pesisir yang kami cemaskan yaitu Labuan, Carita, Panimbang, Cigeulis, Cimanggu dan Sumur, ini perlu kami petakan lebih jauh terkait ancaman yang dapat terjadi," ungkap Irna
Dia juga menyampaikan, sejauh ini mitigasi bencana terus dilakukan secara penta helix atau multi pihak, unsur pemerintah, akademisi, badan atau pelaku usaha, masyarakat dan media bersatu padu saling berkoordinasi.
"Dari 6 kecamatan pesisir, Sumur yang harus menjadi perhatian khusus, di sana ada kurang lebih 25 jiwa penduduknya, 11.125 tinggal di pesisir pantai tersebar di 7 desa," terangnya.
Diakui Irna, dia tidak ingin masyarakatnya jadi korban bencana alam, maka dia terus berupaya melakukan mitigasi, diantaranya dengan memasang tanda selamat dan tanda jalur evakuasi bencana.
Tak hanya itu, bupati mengatakan, saat bencana terjadi logistik harus langsung didistribusikan di hari bencana terjadi, sehingga masyarakat yang terkena dampak bencana bisa segera ditangani.
"Tahun ini akan dibangun 8 lumbung sosial di beberapa titik, ini kolaborasi Pemda Pandeglang dan Kementerian Sosial," kata Irna.
Di lokasi tersebut, sambung bupati, tersedia logistik, sanitasi termasuk genset, sehingga tidak butuh waktu lama untuk tiba di lokasi bencana untuk menangani masyarakat dan pendistribusian logistik.
Menanggapi hal ini, Kepala BMKG, Dwikorita mengatakan, kewaspadaan terhadap bencana alam di kabupaten dan kota di Provinsi Banten sudah terbangun, dengan langkah-langkah kesiapsiagaan.
Menurutnya, ancaman yang mungkin terjadi menuntut kesiapsiagaan untuk mencegah terjadinya korban jiwa dan kerugian sosial ekonomi.
Melalui koordinasi, kata Dwikorika, bukan menakut-nakuti, justru koordinasi dan kolaboratif harus dilakukan sebagai antisipasi hal buruk yang mungkin terjadi.
Kata dia, semua harus memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) yang sama, tidak sendiri-sendiri, agar zero victims atau tidak ada korban jiwa jika terjadi gempa bumi dan tsunami.
Dia menyebutkan, ada 12 hal yang harus ditindaklanjuti sebagai mitigasi bencana, yaitu peta bahaya gempa, identifikasi penduduk zona bahaya, identifikasi sumber daya pengurangan resiko termasuk sarana evakuasi.
Kemudian, menerapkan bangunan tahan gempa, gencarkan sosialisasi edukasi untuk masyarakat dan siswa sekolah, gerakan tas siaga bencana, latihan driil gempa dan tsunami.
Juga, menyiapkan jaringan komunikasi untuk penyebaran informasi, commad center, rencana operasi darurat dan penataan ruang dan wilayah berbasis resiko gempa.
sumber foto: Tribun